Assalamu'alaikum waroh matullahi wabarokatuh saudara sekalian

Sahabat Ikhwan & Akhwat

Jumat, 22 Juni 2012

Makhluk Gaib


Makhluk ghaib telah terlalu lama dan terlalu sering disikapi secara berlebihan oleh sebagian masyarakat Indonesia. Ada leluhur-leluhur yang minta disajeni, ada barang sakti yang harus dirawat bak anak sendiri, ada kyai-kyai yang mampu mengunci para hantu di dalam botol, hingga isu kolor ijo yang mampu menebar teror penduduk berkampung-kampung.

Apa itu makhluk ghaib?
Secara bahasa, makhluk ghaib adalah segala makhluk yang tidak bisa kita lihat dengan panca indera kita, dengan mata kita. Secara syariat, yang dimaksud ghaib itu adalah sesuatu yang ada di dalam Al Quran, maupun Hadits, tetapi kita sebagai manusia tidak dapat melihatnya. Di antara yang ghaib adalah surga, neraka, azab kubur, hari kiamat termasuk pula jin. Dan untuk soal ini, kita harus percaya, kita harus mengimani, walaupun kita tidak pernah melihat keberadaan makhluk itu.

Adapun kuntilanak, genderuwo, atau pocong, itu semua adalah penampakan-penampakan dari setan, kalau memang benar itu ada. Dan itu pun bukan berarti Allah menciptakan kuntilanak, tuyul, dan sebagainya. Semua itu hanyalah jelmaan, penampakan yang dilakukan setan kepada manusia.

Apakah kehadiran makhluk ghaib bisa dideteksi?
Jin, setan, tidak bisa kita rasakan kehadirannya, karena memang tidak dijelaskan oleh Allah, apakah mereka mempunyai bau yang khas ataupun tanda-tanda seperti adanya hawa dingin atau hawa panas, misalnya.

Kehadiran mereka hanya bisa dilihat melalui perubahan dalam sikap atau perilaku seseorang yang diganggu, yang tidak sewajarnya sebagai manusia atau punya sifat-sifat buruk yang identik dengan sifat-sifat setan, seperti suka marah, atau terlihat melakukan gerakan-gerakan diluar batas manusia.

Bila ini terlihat, kita katakan bahwa dia teridentifikasi terkena gangguan setan. Tapi bukan berarti kita menjustifikasi atau memvonisnya terkena jin.

Bagaimana dengan orang yang mengaku melihat penampakan-penampakan?
Sebagai seorang mukmin, ketika berbicara soal keghaiban, terutama yang berkaitan dengan kehidupan jin ini, kita tidak bisa memberi pernyataan kecuali kalau memang hal itu dijelaskan dalam Al Quran dan Hadist. Dalam surat Al-A'Raf ayat 27 dijelaskan bahwa kita tidak bisa melihat jin, sementara mereka bisa melihat kita. Itulah kondisi normalnya.

Namun, jin diberi keistimewaan oleh Allah untuk bisa menampakkan diri menyerupai apapun, kecuali menyerupai diri Rasulullah. Sekali lagi, ini bukan berarti seseorang itu mampu melihat eksistensi jin, tetapi jin itulah yang akan menampakkan diri. Dan itu beberapa kali terjadi pada jaman Rasulullah. Tetapi kalau mereka tengah berada dalam wujud aslinya, kita sebagai manusia tidak bisa melihat mereka.

Dalam hadist Riwayat Imam Muslim dijelaskan, sewaktu Rasulullah shalat, ifrit (dari golongan jin juga) menampakkan diri, mengganggu shalat Rasulullah, kemudian ditangkap oleh Rasulullah. Begitu juga, Abu Hurairah ketika sedang menjaga harta zakat fitrah melihat sosok jin yang tengah menampakkan diri dan mencuri harta zakat itu. Jin ini pun bisa ditangkap oleh Abu Hurairah.

Persoalannya, yang kita lihat di TV atau media elektronik, penggambaran soal penampakan jin ini tidak sesuai dengan syariat Islam. Misalnya ada adegan, ketika ada jin yang menampakkan diri kepada manusia, walaupun mungkin itu rekayasa saja, atau mungkin juga beneran, lalu ketika dilawan, seakan-akan jin itu tidak tersentuh. Ketika jin itu dilempar sesuatu, seperti melempar pada ruang hampa udara.

Padahal sebagaimana diriwayatkan dalam salah satu hadist ada seorang pemuda yang bertemu ular, yang sesungguhnya adalah penampakkan sesosok jin, kemudian ular itu dibunuh maka jin itu pun mati. Dari sini kita mengambil kesimpulan, ketika jin menampakkan diri, misalnya sebagai manusia, maka berlakulah hukum manusia. Kalau kita tembak ia akan bisa mati, kita lempar akan kena, bukan tembus, seperti yang digambarkan di media selama ini.

Menurut Imam Mutawali Sya'rowi, jin yang tengah menampakkan diri, berada dalam kondisi lemah, ibarat ikan yang keluar dari air. Saat jin menampakkan diri, ia tengah keluar dari komunitas aslinya yang tidak bisa dilihat, maka posisinya lemah sekali. Karena itu mereka juga tidak akan menampakkan dirinya terus menerus atau dalam waktu yang lama, dan bila saat itu ada yang membunuh, dia akan mati.

Alasan jin menampakkan diri?
Dari kasus-kasus yang kita hadapi di lapangan, terhadap pasien yang berkonsultasi sebelum kita terapi ruqyah di majalah Ghoib, kita bisa menyimpulkan bahwa jin ketika menampakkan diri memang mempunyai misi utama yaitu untuk menyesatkan kita.

Misal sering kita dengar, ketika ada orang yang meninggal secara tidak wajar, hampir selalu diidentikkan akan ada penampakan, entah dikatakan rohnya pulang, dan sebagainya. Padahal itu adalah penampakan yang dilakukan oleh setan. Bila kasus semacam itu terjadi, pihak keluarga si mayit mungkin melakukan ritual yang menyimpang, datang ke kuburan, ngasih sesajen, memintanya supaya tidak mengganggu keluarganya. Inilah misi jin atau setan yaitu berusaha agar manusia mengambil sikap yang salah dalam menghadapi fenomena penampakan.

Lantas, bagaimana dengan orang-orang yang mengaku punya kemampuan bisa melihat jin?
Ada beberapa kemungkinan.
Pertama, orang yang mengaku itu, berbohong, sekedar mencari sensasi saja, padahal sesungguhnya dia tidak melihat.

Kedua, orang tersebut tengah berada dalam kondisi lemah, dalam artian ketaatan dan imannya sedang berkurang. Jin ingin mempermainkan dia dengan penampakan itu, agar orang yang tengah lemah iman ini salah dalam bersikap.

Ketiga, yang dilihat itu sesungguhnya sekedar halusinasi saja. Orang yang jiwanya tidak stabil, misalnya, mudah melihat sesuatu tidak seperti hakekatnya. Melihat daun bergoyang saja, dikira orang melambai-lambai.

Keempat, orang tersebut memang mempunyai ilmu sihir, yang berarti dia memang berkolaborasi dengan setan, dengan ritual-ritual yang menyimpang dari syariat Islam, hingga bisa berkomunikasi atau melihat keberadaan setan.

Banyak dari orang yang mengaku mampu melihat jin membawa simbol-simbol Islam, seperti mengenakan sorban, membaca ayat-ayat, dan lain-lain. Di situlah kita sangat menyesalkan. Masyarakat masih sering tertipu dengan penampilan seseorang, ataupun atribut yang dipakai oleh seseorang, sehingga tidak melihat substansi apa yang dilakukan, sesuai syariah atau tidak. Untuk bisa menilai apakah yang mereka lakukan itu sesuai syariah atau tidak, lihat saja apakah ada tuntunan dari Al Qur'an dan hadits.

Rasulullah dalam hadits riwayat Imam Bukhari, dengan sederhana sekali memberitahukan kepada kita tips untuk mengusir setan dari rumah, yaitu dengan membaca surat Al Baqarah dari awal sampai akhir. Jadi, tidak ada istilah dikejar, kemudian ditangkap, dan dimasukkan ke botol. Jadi, itu semua adalah cara-cara perdukunan, meskipun yang melakukan itu berpenampilan ustadz.

Apa sebenarnya ilmu sihir itu?
Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, mendefinisikan ilmu sihir sebagai ilmu yang melibatkan kekuatan-kekuatan alam dan kekuatan makhluk halus, yaitu setan, untuk mengelabui atau menipu seseorang. Jadi kalau seseorang itu tersihir, dia melihat sesuatu tidak seperti hakekatnya, atau merasakan sesuatu tidak seperti aslinya. Ketika Nabi Musa berhadapan dengan tukang-tukang sihir Firaun, kemudian tukang sihir itu melemparkan tali dan tongkat mereka, massa yang hadir melihat tali-tali dan tongkat itu berubah menjadi ular, tapi bagi tukang-tukang sihir itu tetap terlihat sebagai tali.

Makanya ketika Nabi Musa melemparkan tongkatnya dan berubah jadi ular beneran, tukang-tukang sihir itu kaget, terperangah, dan langsung mengimani apa yang dibawa oleh Nabi Musa, yaitu beriman kepada Allah.

Bagaimana hubungan yang terjadi antara manusia dan makhluk ghaib?
Sebetulnya kita diciptakan Allah di alam masing-masing. Kita mempunyai alam sendiri, mereka mempunyai alam sendiri. Kita tidak ada urusan dengan kehidupan mereka, karena memang kita tidak diperintahkan oleh Allah untuk berinteraksi dengan mereka.

Sayang, banyak orang tertipu. Ketika berusaha interaksi dengan jin atau setan, setan itu akan tampil sebagai sosok jin muslim, atau mengaku sebagai kyai atau ustadz, padahal mereka itu setan, musuh kita. Mereka bisa saja tampil sebagai sosok Syeh Abdul Qodir Djailani, atau bahkan sosok Jibril, padahal bukan. Meski demikian, toh ada saja orang yang mau terpedaya dan ingin menggunakan kekuatan jin dengan ilmu sihir.

Tapi perlu dicatat baik-baik, jin tidak pernah membantu manusia tanpa kompensasi. Dan kompensasi yang paling diincar adalah aqidah atau sejauhmana orang itu bisa dibawa pada syirik pada Allah, kafir pada Allah. Dalam dunia perdukunan berlaku hukum, semakin kufur seorang dukun kepada Allah, maka semakin kuatlah daya kekuatan perdukunannya itu.
Kenapa? karena akan semakin banyak setan yang membantunya.

Bagi manusia yang menjalin hubungan dengan makhluk ghaib ini, bagaimana prosesnya?
Ada ritualnya. Tentu saja ritual menyimpang, entah itu memberikan sesajen, menyembelih binatang tertentu sebagai tumbal, atau cara-cara lain seperti melecehkan Al Qur'an. Misalnya saja, ada seorang dukun yang butuh bantuan, dia diminta mengambil mushaf lalu dikencingi, atau membuang kotoran di atas mushaf itu. Itu adalah kompensasi yang diminta oleh jin.

Ketika orang itu kufur kepada Allah, maka setanlah yang menjadi temannya. Itu sudah dijelaskan oleh Allah dalam surat Az-Zukhruf ayat 36. Akibatnya ketergantungannya kini tidak kepada Allah, tetapi kepada jin atau setan. Dan inilah misi yang diemban oleh jin, berusaha menggelincirkan manusia kepada kesyirikan, memalingkan manusia dari Allah SWT.

Kini kita lihat, banyak sekali cara-cara mendatangkan setan. Yang populer di kalangan anak muda misalnya main jailangkung. Padahal, setan itu, tanpa diundang, memang akan selalu hadir untuk menggoda kita. Apalagi kalau diundang.

Apakah jin memang bisa dipelihara?
Bisa. Dan jin itu senang karena apa yang dia lakukan berarti membantu manusia lupa dari Allah, serta menggelincirkan manusia dari tauhid, sesuailah dengan misinya.

Sementara bagi manusia yang berkolaborasi dengan jin, ia merasa mendapat keuntungan, karena jin memang mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki manusia, misalnya bisa bergerak cepat.

Bagaimana seharusnya kita menyikapi persoalan makhluk ghaib ini?
Sebagai mukmin kita harus mengikuti rambu-rambu yang diperintahkan oleh Allah dalam Al Qur'an. Dalam surat Al-Baqarah ayat 1-5, Allah SWT menjelaskan, termasuk ciri orang muttaqin adalah beriman pada alam ghaib. Tapi kita tidak boleh berbicara atau mengulas apapun yang berkaitan dengan alam ghaib ini, kecuali yang sesuai dengan Al Qur'an dan hadits.

Dalam surat Al-Jinn ayat 26-27, Allah menyatakan, yang mengetahui hal yang ghaib hanyalah Allah dan Allah tidak menampakkan yang ghaib kepada seorangpun, kecuali kepada RasulNya. Berarti, ada keghaiban yang memang diberitahukan kepada RasulNya. Karena itu sejauh yang diberikan kepada RasulNya, hanya itulah yang harus kita ambil. Kalau tidak ada dalam Al Qur'an dan hadits, kita ucapkan wallahu a'lam.

Kalau ada orang yang terkena gangguan setan, bagaimana mengatasinya?
Ruqyah adalah cara yang telah dicontohkan Rasulullah untuk mengusir gangguan setan pada diri seseorang. Perlu diketahui, gangguan setan tidak hanya berwujud fisik, yang membuat orang menjadi seperti orang gila atau stres. Tapi banyak juga dijumpai gangguan nonfisik dalam diri kita, seperti muncul kesombongan, iri, dengki. Itu semua adalah penyakit-penyakit yang dihembuskan setan kepada kita.

Di sini harus kita pahami bahwa gangguan itu tidak hanya soal fisik seperti kesurupan. Termasuk gangguan setan juga adalah menghalangi seseorang dari kemauan menutup aurat, atau tidak rajin shalat. Hanya saja kebanyakan orang tidak merasa kalau diganggu. (Zif /Laporan Rahmi)

http://www.ummigroup.co.id/cetak.php?id=77
Ustadz Hasan Bisri, Lc

Milis PENGAJIAN-KANTOR
Dikirim oleh: Fithri Amalia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar