Biar Sedikit Tapi Halal
Dalam suatu perjalanan dakwah ke suatu daerah, saya dijemput ke
bandara dan diantar ke beberapa tempat acara menggunakan mobil panitia
dari salah satu perguruan tinggi swasta.
Dalam suatu kesempatan, saya sem...pat berbincang dengan sopir kampus yang tampak masih muda. Badannya tinggi tegap, sikapnya sopan dan ramah.
“Sudah berkeluarga, Dik?” sapa saya.
“Sudah, Pak. Alhamdulillah sudah punya dua anak,“ ujarnya.
Walaupun dia membawa mobil agak cepat, tetapi tetap penuh waspada. Dia
tidak pernah menyalip mobil lain secara sembarangan. Memastikan lebih
dahulu bahwa jalur yang berlawanan kosong.
Saya kembali
bertanya untuk sekadar ingin tahu apakah dia sudah lama bekerja di
kampus itu. “Belum, Pak, baru dua tahun,“ jawabnya singkat sambil tetap
konsentrasi.
“Sebelumnya kerja di mana?” selidik saya.
“Saya bekerja di sebuah kota pelabuhan di Jawa, Pak. Kerja dengan paman,
mengisi bahan bakar untuk kapal-kapal barang. Penghasilannya besar Pak,
tapi...” ujarnya seakan ragu untuk melanjutkan.
Saya jadi
penasaran, ingin tahu mengapa dia meninggal kan pekerjaan yang
penghasilannya besar itu. Padahal saya tahu, jadi sopir kampus yang
tidak besar, paling tinggi gajinya sedikit di atas UMR.
“Uangnya banyak Pak, tetapi tidak halal. Paman saya suka kongkalikong dengan kapten kapal,” ujarnya.
Ia akhirnya bercerita soal pekerjaannya. Menurut dia, bahan bakar yang
diisikan tidak sebanyak yang ditulis di faktur. Selisihnya banyak.
Sebagai petugas pengisian, dia tahu permainan itu. Sudah tentu, dia akan
dapat bagian setiap pengisian selesai. Bahkan, jumlahnya bisa mencapai
jutaan rupiah.
Namun demikian, dengan penghasilan yang sangat
besar itu, dia tidak tenang. Hidupnya selalu dihinggapi perasaan
bersalah. Dia gelisah. Dia pun menanyakan soal itu kepada pamannya dan
sang paman mengakui bahwa itu tidak ha lal.
Untuk membersihkan
uang itu, sang paman mencoba bersedekah. “Uang haram tidak bisa
dibersihkan dengan uang haram juga,” kata saya mengingatkan.
Nabi Muhammad SAW menyatakan, yang kotor tidak bisa membersihkan yang kotor. Sopir muda itu membenarkan ucapan saya.
“Memang Pak, saya juga meyakini demikian. Tetapi, paman saya yakin
sekali dosa-dosanya menipu pemilik kapal akan diampuni dengan banyak
menyumbang. Bahkan Pak, tahun lalu paman saya bangun masjid sendiri di
kampung dengan uang haram itu.“
Akhirnya, setelah mengetahui
semua itu, sopir muda ini pun meninggalkan pekerjaan-nya. Ia tidak ingin
perbuatan itu terus berlangsung dan menipu orang. Ia pun sudah mencoba
beberapa pekerjaan, namun belum berhasil sehingga dia sementara bekerja
sebagai sopir.
“Sekalipun gajinya kecil, tetapikan halal Pak. Sedikit tetapi membawa ketenangan, dan berkah,“ ujarnya.
Hebatnya lagi, walau dengan gaji kecil, tapi keluarganya menerimanya.
Demikian juga istri dan anak-anaknya. “Alhamdulillah, istri saya
sependapat dengan saya, biarlah kita hidup sederhana sekali, tetapi hati
tenang, anak-anak juga dihidupi dengan rezeki yang halal.”
Saat ini, yang menjadi pikirannya adalah sang paman. Ia ingin pamannya bertobat dan menyadari kekeliruannya.
“Semoga paman segera mendapatkan hidayah,” harapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar