Assalamu'alaikum waroh matullahi wabarokatuh saudara sekalian

Sahabat Ikhwan & Akhwat

Sabtu, 02 November 2013

Pintu cabul

Tidak sedikit terjadi kasus pencabulan. Penyesalan tinggalah penyesalan, keperawanan hilang direnggut orang.
Meski belum menjadi seorang ayah, tapi saya merasa sedih, lebih menyedihkan lagi ini dilakukan karena suka sama suka mengatasnamakan cinta. Ditambah lagi tidak sedikit orangtua zaman sekarang merasa bangga ketika anaknya berpacaran.

Tak jarang kita melihat sepasang remaja berboncengan mesra. Si cewek merangkulkan tangannya ke perut cowoknya dengan manja. Begitu rapatnya tubuh mereka saling menempel atau yang dikenal dengan istilah “nyendok”. Entah apa yang mereka rasakan. Padahal, mereka notabene masih palajar dan bukan muhrim.
Di jalan, kafe, taman, swalayan, dan di acara hiburan, banyak bertebaran pasangan kekasih yang sedang asyik menikmati kebersamaannya. Seakan dunia milik mereka berdua. Begitu asyik, begitu mesra, begitu menghayutkan, tidak ada sekat jarak antara keduanya. Layaknya sudah halal bersentuhan bahkan berhubungan badan. Masya Allah.

Rasa penasaran  melihat teman-teman remaja berpacaran yang begitu mesranya membuat saya iseng bertanya, sejauh mana aktivitas pacaran mereka. Sembilan puluh Sembilan persen teman-teman mengakui sudah pernah melakukan hubungan intim dengan pacarnya, pacar temannya, bahkan temannya. Sudah banyak cerita pelajar SD hingga SMA tidak ikut UN karena hamil. “Mumpung masih muda wal,” begitu ucapnya. Astagfirullah.
Inikah namanya cinta? Inikah pacaran yang begitu mendewakan kebebasan? Entah apa yang melandasi perilaku mereka, kebanggaankah? Kepuasan? Biar dianggap gaul? Takut dianggap ndeso? Ataukah suatu hobi? Karena begitu mudahnya gonta-ganti pasangan.
Inikah pacaran era modern? Di mana bila dua anak manusia sudah sepakat untuk menjadi kekasih, berarti harus bersedia untuk saling memberi dan menerima terutama yang bersifat fisik. Saya tidak tahu, apakah orangtua tidak tahu atau pura-pura tidak tahu. Anehnya ada orangtua yang bangga anaknya berpacaran, saat dijemput pacarnya, bahkan mengatakan “Kaya nggak pernah muda saja”, “jangan pulang malam-malam ya nak, sampai pukul 22.00 saja”. Wow.
Biasanya model pacaran seperti ini, banyak putusnya daripada nyambungnya menuju mahligai rumah tangga. Karena kalau sudah “merasakan”, apalagi yang “inti” itu, biasanya yang terjadi selanjutnya ya goodbye alias cari yang lain dong.

Saya teringat waktu masih kecil. Bila ada sepasang muda-mudi sedang kasmaran, biasanya disembunyikan jangan sampai orang lain tahu. Jika ingin jalan-jalan, minta izin dulu pada orang tua si perempuan. Tanpa telepon-teleponan atau SMS-SMS-an, paling banter bersurat-suratan. Jika sedang berduaan seakan ada pembatas di antara keduanya. Jangankan untuk membelai apalagi mencium, memegang tangan saja mereka seakan takut. Tapi sekarang sebaliknya, terang-terangan, dan bangga dengan kemaksiatan.
Salah kaprah dalam bercinta tatkala adab-adab bergaul antara lawan jenis mulai pudar, luapan cinta yang bergolak dalam hati manusia pun menjadi tidak terkontrol lagi. Akhirnya, setan berhasil menjerat para remaja dalam ikatan maut yang dikenal dengan “pacaran“.  Allah SWT telah mengharamkan berbagai aktivitas yang dapat mengantarkan ke dalam perzinaan. (Baca QS. Al-Isra’:32)

Pintu apalagi yang paling lebar dan paling dekat dengan ruang perzinaan melebihi pintu pacaran? Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah menetapkan untuk anak Adam bagiannya dari zina, yang pasti akan mengenainya. Zina mata adalah dengan memandang, zina lisan adalah dengan berbicara, sedangkan jiwa berkeinginan dan berangan-angan, lalu farji (kemaluan) yang akan membenarkan atau mendustakannya. ” (HR Bukhari & Muslim)
Kalaulah kita ibaratkan zina adalah sebuah ruangan yang memiliki banyak pintu yang berlapis-lapis,  maka orang yang berpacaran adalah orang yang telah memiliki semua kuncinya. Kapan saja ia bisa masuk. Ya, inilah yang saya sebut dengan “Kunci Cabul”.
Bukankah saat berpacaran ia tidak lepas dari zina mata dengan bebas memandang? Bukankah dengan pacaran ia sering melembut-lembut kan suara di hadapan pacarnya? Bukankah orang yang berpacaran senantiasa memikirkan dan membayangkan keadaan pacarnya?
Maka farjinya pun akan segera mengikutinya. Akhirnya penyesalan tinggallah penyesalan. Waktu tidaklah bisa dirayu untuk bisa kembali sehingga dirinya menjadi sosok yang masih suci dan belum ternodai.
Setan pun bergembira atas keberhasilan usahanya. Iblis, sang penyesat ulung tentunya akan sulit bagi Iblis dan bala tentaranya untuk menggelincirkan sebagian manusia sampai terjatuh ke dalam jurang pacaran gaya cipika-cipiki atau yang semodel dengan itu. Akan tetapi yang perlu kita ingat, bahwasanya Iblis telah bersumpah di hadapan Allah untuk menyesatkan semua manusia. (baca QS. Shaad: 82)
Termasuk di antara alat yang digunakan Iblis untuk menyesatkan manusia adalah wanita. (baca HR Bukhari & Muslim)
Kalaulah Iblis tidak berhasil merusak agama seseorang dengan menjerumuskan mereka ke dalam gaya pacaran cipika-cipiki, mungkin cukuplah bagi Iblis untuk bisa tertawa dengan membuat mereka berpacaran lewat telepon, SMS atau yang lainnya.

Ungkapan ini bukan tanpa alasan, saya termasuk orang yang pernah berpacaran, baik pacaran jarak jauh, jarak dekat, dan yang Islami sekalipun, tapi Alhamdulillah masih bisa jaga diri. Jelas dari ketiga jenis pacaran itu tidak ada yang benar. Sayangnya orangtua juga tidak melarang anaknya berpacaran malah medukung. Melarang mungkin bukan cara yang efektif, karena kenyataan anak tetap berpacaran secara diam-diam atau akrab disebut backstreet.  Cara yang efektif anak harus dipahamkan dan diberikan benteng yang kuat berupa ilmu agama. Jangan sampai anak mengenal pergaulan bebes dari orang yang salah. Sedikit mengutip kata-kata Mario Teguh, menurutnya seorang anak itu harus dekat dengan orangtuanya dan terus diberikan bimbingan hingga ia lulus SMP, setelah itu anak dapat memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Saya percaya meski sekuat dan seketat apaun orangtua melarang anaknya pacaran tanpa diberikan pemahaman dan ilmu agama yang cukup diibaratkan benteng berupa tembok pasti dapat ia lewati. Namun jika seorang anak diberikan pemahaman dan ilmu agama yang cukup meskipun hanya pagar benang, pagar itu tidak akan pernah putus.

Bagi para remaja, berpacaran boleh saja tapi setelah menikah saja. Hehehe. kita boleh berdoa agar mendapatkan jodoh yang cakep, pintar, kaya, shaleh/shalehah. Tapi yang yang pertama harus kita lakukan bukanlah mencari siapa dan di mana dia saat ini, tapi memantaskan diri untuknya. Jika keimanmu tidak setanding dengan keimanannya, pegang janji Allah bahwa wanita baik-baik hanya untuk laki-laki baik-baik dan sebaliknya. semoga bermanfaat. (ahyar@beraupost.co.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar